Ada kalanya, saya harus melepaskan anak saya bermain dengan gadget sementara saya fokus untuk menyelesaikan pekerjaan yang tidak bisa disambi dengan kegiatan mengasuh balita. Realitanya seperti itu.
Di satu sisi saya merasa tenang karena pekerjaan saya tentu bisa lebih cepat selesai, di sisi lain terkadang saya merasa bersalah dan khawatir ketika membiarkan anak saya menonton Youtube atau bermain games menggunakan smart phone.
Memang, saya mengatur sedemikian rupa sehingga apa yang anak saya tonton di Youtube dan games yang ia mainkan sudah sesuai dengan umurnya. Saya pun membatasi durasi penggunaan gadget pada anak saya, sebisa mungkin sesuai dengan anjuran WHO.
Meski demikian, pada kenyataannya kekhawatiran dan rasa bersalah saya tak juga hilang.
Banyak kasus yang terjadi di sekitar saya yang menunjukkan dampak buruk penggunaan gadget dan internet bagi anak usia dini membuat saya insecure ketika dengan terpaksa harus memberikan anak saya screen time.
Kita semua tahu bahwa penggunaan gadget yang tidak bijaksana pada anak usia dini dapat menyebabkan terganggunya perkembangan sosial dan emosional anak. Di antaranya yang saya temukan di lingkungan sekitar adalah speech delay, anak menjadi lebih mudah tantrum dan pasif atau tidak tertarik untuk melakukan kegiatan yang melibatkan aktivitas fisik seperti bermain di alam terbuka.
Gadget yang Membuat Candu
5 menit lagi dong, Mah. Mamah kan kerjanya belum selesai...
Saya pun kembali mengatur ulang timer di ponsel dan memberikan waktu 5 menit lagi untuk anak saya menonton Youtube, sementara saya melanjutkan pekerjaan yang belum selesai.
Anak umur tiga tahun, sudah bisa nego emaknya buat nambah waktu menontonnya, lol!
Artinya, anak saya paham bahwa menonton video atau bermain games itu adalah salah satu kegiatan yang bisa menghibur dirinya, membunuh kebosanan ketika harus bermain sendiri menunggu ibunya bekerja.
Baca tentang : Stimulasi Kreativitas Anak Melalui Kegiatan Art and Craft
Jika dari sisi anak seperti itu, sama halnya dengan dari sisi orang tuanya. Saya sebagai ibu rumah tangga yang juga bekerja dari rumah, sangat terbantu dengan adanya Youtube Kids yang bisa menghibur dan menemani anak saya selama saya bekerja.
Memang iya saya membatasi durasinya, namun ketika pekerjaan saya belum selesai dan durasi 20 atau 30 menit yang saya berikan sudah usai, saya merasa ketagihan untuk memberikan tambahan waktu lagi dan lagi sehingga anak saya bisa stay calm hingga saya menyelesaikan pekerjaan.
Ada banyak cerita di mana para orang tua memberikan anaknya gadget agar mereka dapat menyelesaikan urusannya dengan cepat atau sekadar punya me time. Seperti ibu yang membiarkan anaknya menonton ketika ia harus beres-beres rumah atau memasak.
Ada juga cerita ayah yang memenuhi memori ponselnya dengan berbagai macam games agar anaknya bisa anteng saat ayah lelah pulang kerja dan ibu harus menyiapkan makan malam keluarga.
Ternyata, bukan hanya anak yang bisa kecanduan gadget tapi orang tuanya pun bisa kecanduan memberikan anak-anaknya waktu lebih lama bersama gadget.
Orang Tua Memegang Kontrol Penggunaan Gadget Anak
Suatu ketika anak saya tantrum karena saat asyik menonton, durasi menontonnya sudah habis. Kala itu, saya tidak mengabulkan keinginannya untuk perpanjangan waktu.
Maaf ya, waktu menontonnya sudah habis...
Saya merasa sudah terlalu sering memberikan perpanjangan waktu untuk anak saya bermain bersama gadget. Akibatnya, jika durasi main handphone habis, ia akan selalu minta tambahan waktu, lagi dan lagi. Oh no! Sudah saatnya saya kembalikan ke jalur yang seharusnya agar ia bisa lebih disiplin.
Banyak saya mendengar cerita-cerita orang tua yang anaknya sulit sekali diminta untuk berhenti menonton atau bermain online games. Jika aktivitas dengan gadgetnya dihentikan, anak tersebut akan tantrum dan sulit sekali ditenangkan kecuali orang tuanya kembali memberikan gadget.
Bibi yang datang untuk menyetrika baju di rumah saya pun pernah bercerita kalau di kampungnya ada anak gadis, kelas 6 SD, yang kabur dari rumah hingga 2 minggu karena tidak dibelikan kuota internet oleh orang tuanya.
Mendengar cerita-cerita horror semacam itu membuat saya banyak-banyak berefleksi. Dalam hal ini, peran orang tua memang sebegitu besar dan pentingnya untuk menanamkan kontrol diri pada anak dalam menggunakan gadget.
Baca juga : Tentang Anak yang (Katanya) Nakal
Tak dipungkiri, anak-anak saat ini memang hidup di era digital di mana seluruh kegiatan yang mereka lakukan sudah ditunjang dan dipermudah oleh kecanggihan teknologi. Bahkan sejak lahir pun, mungkin anak-anak sudah terpapar penggunaan gadget dan internet.
Saya sendiri sadar akan hal tersebut, lah wong dari bayi saja anak saya sudah sering video call dengan kakek neneknya di luar kota. Saat pandemi melanda dengan kasus Covid-19 sedang tinggi-tingginya, saya memfasilitasi anak saya untuk mencoba pre-school online agar tetap bisa bersosialisasi dan belajar sambil bermain di rumah.
Meskipun anak generasi sekarang sulit sekali lepas dari pengaruh gadget dan internet, bukan berarti mereka tidak bisa belajar kapan waktu yang tepat untuk bermain gadget, apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat menggunakan internet dan hal-hal lain terkait literasi digital yang perlu dipahami anak sebagai user dari gadget dan internet.
Tentu saja, orang tua atau pendamping dewasa anak lah yang berperan dalam mengontrol serta mengawasi anak-anak untuk menggunakan gadget dan internet dengan bijaksana.
Saya percaya, semakin dini orang tua mengenalkan literasi digital pada anak maka di kemudian hari anak akan lebih cepat melek literasi digital dan mengoptimalkan manfaat internet dalam kehidupannya untuk kebaikan.
Pentingnya Orang Tua Cakap Literasi Digital
Sadly, sering kali saya mendengar orang tua yang melabeli dirinya sendiri sebagai orang tua yang gaptek, tidak update dan merasa terlambat untuk belajar hal-hal yang berkaitan dengan kemajuan teknologi.
Tidak sedikit orang tua yang justru minta diajarkan oleh anaknya untuk mengoperasikan gadget saat hendak melakukan sesuatu dengan ponselnya sendiri.
Sayang sekali, karena sejatinya orang tua juga perlu untuk belajar literasi digital dan menjadi lebih cakap digital untuk bisa membersamai anak-anaknya di era digital seperti sekarang ini.
Saat menjadi seorang ibu, suka tidak suka, saya sudah memegang peran baru yakni sebagai figur pendidik anak yang utama. Berhubung saya tidak serta merta pintar dan lihai menjadi orang tua, yang harus saya lakukan adalah belajar bagaimana menjadi seorang figur yang dapat diteladani oleh anak.
Saya sadar bahwa saya juga harus catch up dengan kecanggihan teknologi saat ini. Cepat atau lambat, anak saya akan masuk ke dunia yang sangat berbeda dengan ketika saya kecil dulu di mana anak-anak yang lahir di era digital secara otomatis akan menjadi digital native.
Sebagai ibu yang bekerja di ranah domestik, saya nggak mau dong ketinggalan zaman. Salah satu ilmu yang menurut saya sangat saya butuhkan sebagai bekal dalam mendidik anak adalah tentang literasi digital.
4 pilar dalam literasi digital yakni digital skill, digital culture, digital privacy dan digital ethics setidaknya harus dipahami oleh orang tua untuk bisa membersamai anak-anaknya agar tumbuh sebagai menjadi sosok yang melek dan cakap literasi digital.
Keempat pilar tersebut dijabarkan sebagai berikut :
Digital Skill
Keterampilan digital (digital skill) didefinisikan sebagai kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, berbagi, dan membuat konten menggunakan perangkat digital seperti komputer dan juga smartphone.
Digital Culture
Merupakan sebuah konsep yang menggambarkan bagaimana teknologi dan internet membentuk cara kita berinteraksi sebagai manusia.
Digital culture juga bisa dikatakan sebagai bentuk aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat di ruang digital dengan tetap memegang wawasan kebangsaan, Pancasila serta kebhinekaan.
Digital Privacy
Disebut juga dengan digital safety yang didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk mengenali, menerapkan, serta meningkatkan kesadaran akan perlindungan data pribadi di ruang digital.
Digital Ethics
Etika digital adalah tata krama yang digunakan oleh masyarakat saat berinteraksi di ruang digital. Etika digital sendiri dibuat untuk menjaga keharmonisan di dalam ruang digital.
Mempelajari dan memahami 4 pilar dalam literasi digital ini menjadi modal yang sangat penting untuk menjadi orang tua yang cakap digital guna mengenalkan serta membersamai anak untuk melek literasi digital.
Mengenalkan Anak Usia Dini dengan Literasi Digital
"The Absorbent Mind" merupakan suatu konsep yang dikemukakan oleh dr. Maria Montessori lebih dari 100 tahun yang lalu saat beliau melakukan observasi terhadap anak-anak usia dini. Beliau mengungkapkan bahwa anak di usia 0 hingga 6 tahun memiliki kemampuan menyerap seperti spons.
Secara sederhananya, akan lebih mudah untuk memberikan informasi pada anak usia dini dan menanamkan sebuah konsep pemahaman pada mereka sebagai bekal kehidupan mereka selepas fase absorbent mind tadi.
Saya sendiri percaya akan konsep tersebut karena selama 3 tahun belakangan saya juga menggunakan metode Montessori dalam membersamai anak. Saya melihat banyak hal yang saya panen setelah saya mengenalkan bermacam-macam konsep pada anak saya sejak usianya masih sangat dini.
Oleh karenanya, saya beranggapan bahwa tidak ada salahnya mengenalkan literasi digital pada anak usia dini. Cara-cara yang bisa digunakan tentunya harus merupakan cara yang menyenangkan seperti dengan kegiatan bermain.
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan dalam website paudpedia.kemendikbud.go.id di mana dikatakan bahwa anak usia dini memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi sehingga orang tua perlu mengenalkan literasi digital sesuai dengan tahapan usia anak.
Melarang-larang anak untuk menjauhkan diri dari gadget tanpa adanya alasan yang jelas justru akan memperbesar rasa penasarannya dan tak menutup kemungkinan di kemudian hari, ia akan mencari tahu dari orang lain.
Beberapa hal yang saya coba terapkan pada anak saya untuk mengenalkannya dengan literasi digital dan sesuai dengan anjuran yang dikeluarkan oleh kemendikbud adalah sebagai berikut :
1. Memberikan Batasan Waktu Penggunaan Gadget
Untuk anak seusia anak saya, sebisa mungkin saya mengikuti anjuran untuk hanya memberikan gadget paling lama satu jam dalam sehari. Saya menjelaskan dengan bahasa yang sesederhana mungkin bahwa tidak baik berlama-lama dalam menggunakan gadget.
Sebagai orang tua, tentunya saya dan suami saya juga harus memberikan contoh dengan tidak melulu berkegiatan dengan ponsel. Dengan demikian, anak saya bisa melihat bahwa ada waktu-waktu di mana penggunaan gadget itu diperlukan namun tidak dalam waktu lama.
2. Memberikan Batasan yang Jelas Dalam Pemakaian
Saya membatasi anak saya hanya boleh menonton video dari Youtube Kids yang sudah saya pilihkan dan bermain games sederhana untuk anak usia dini dari yang sudah saya filter dan unduh.
Saya pun membiasakan anak saya untuk bertanya terlebih dahulu pada saya atau papanya ketika ia ingin menonton video lain atau mengunduh games di luar dari yang sudah ada.
3. Mendampingi Anak selama Beraktivitas dengan Gadget
Seperti yang sudah saya ceritakan di atas kalau saya sebenarnya sangat insecure ketika memberikan anak saya screen time. Namun, yang semakin menjadi beban pikiran saya adalah ketika anak saya bermain di rumah teman sebayanya (tetangga) dan di sana ia bisa menonton dan bermain games di ponsel temannya. Nah!
Oleh sebabnya, di rumah saya tetap memberikannya waktu screen time dengan pengawasan penuh dari saya. Selama anak saya screen time, ia harus selalu berada dalam pendampingan saya (minimal selalu ada dalam pandangan) atau orang dewasa yang ada di rumah.
Baca tentang : Melatih Kepercayaan Diri dan Keberanian Anak Usia Dini
Di mana dari kegiatan tersebut, orang tua jadi bisa tetap berinteraksi dengan anak dan tetap mengajak anak untuk aktif entah menceritakan kembali atau memberi informasi mengenai value dari tontonannya.
4. Meminta Izin ketika Ingin Mengambil Gambar atau Video
Dek, Mama mau video-in kamu boleh ya?
Menurut saya mendapatkan consent dari anak saya ketika saya ingin mengunggah foto atau video dirinya adalah bekal untuk anak saya dalam penerapan etika digital di kemudian hari.
Harapannya, saat ia dewasa nanti ia bisa menghargai orang lain dengan tidak sembarangan mengambil foto atau video dan menunggahnya tanpa izin dari yang bersangkutan.
Sedikit-sedikit, saya juga menjelaskan mengenai fungsi media sosial ketika anak saya melihat saya meng-upload foto atau video di media sosial milik saya. Dengan bahasa sederhana saya bercerita bahwa media sosial merupakan wadah untuk orang-orang membagikan berbagai kegiatan, tentunya semua yang diunggah harus yang positif dan memiliki nilai kebermanfaatan.
Internet Membersamai Perjalanan sebagai Orang Tua
Manfaat internet yang saya rasakan selama menjadi orang tua tidak perlu dipertanyakan lagi. Sudah bertahun-tahun lamanya saya mengandalkan provider dari Telkom Indonesia yakni IndiHome untuk melakukan aktivitas yang bersinggungan dengan internet.
Sejak sebelum hamil hingga hari ini, internet sangat berperan dalam membersamai perjalanan saya sebagai orang tua. Saya memanfaatkan internet di antaranya untuk hal-hal berikut :
1. Program Hamil
Menggunakan aplikasi yang membantu untuk mengetahui masa subur membuat saya dan suami lebih mudah dalam merencanakan kehamilan 3 tahun yang lalu.
Aplikasi semacam kalkulator masa subur wanita memberikan saya banyak informasi seputar persiapan untuk merencanakan kehamilan.
2. Mencari Support Group
Saya menemukan support group semasa menjalani kehamilan melalui sambungan internet. Ketika itu, saya yang divonis memiliki endometriosis dan miom kesulitan untuk menemukan tempat berbagi (sesama ibu hamil) yang nyaman atau sekadar teman untuk berdiskusi.
Hamdallah-nya, internet mempertemukan saya dengan ibu-ibu yang saling mendukung satu sama lain selama masa kehamilan. Jika dulu kami berbagi tips dan cerita seputar kehamilan, maka saat ini kami masih saling berbagi banyak hal terutama terkait tumbuh kembang anak.
3. Mencari Rekomendasi Dokter dan Fasilitas Kesehatan
Internet juga sangat membantu saya untuk mencari dokter kandungan dan fasilitas kesehatan terbaik di kota domisili saya. Selain informasi yang saya dapatkan dari mulut ke mulut, saya juga sangat terbantu dengan review yang ditulis oleh orang tua baik di website, blog maupun media sosial.
4. Belajar Parenting
Kehadiran internet benar-benar membantu saya dalam perjalanan 3 tahun belakangan menjadi seorang ibu. Internet membuat saya dengan mudah menemukan buku-buku bagus dan paling banyak direkomendasikan untuk para orang tua baru.
Dengan memanfaatkan koneksi internet, saya bisa mencari resep menu bergizi untuk anak saya semasa MPASI. Saya juga bisa mengikuti kelas-kelas parenting mulai dari gratisan hingga berbayar tanpa harus keluar rumah.
Berbagai metode parenting seperti Montessori dan Fitrah Based Education juga saya pelajari melalui internet.
Pada akhirnya, saya pun bisa berbagi cerita mengenai perjalanan parenting saya di blog ini karena kehadiran internet.
5. Mencari Ide Aktivitas Bermain Anak
Manfaat internet lainnya yang saya rasakan sebagai orang tua adalah mudahnya mendapatkan akses untuk mencari ide aktivitas bermain bersama anak.
Ada banyak sekali content creator yang membagikan ide aktivitas bersama anak yang bisa dilakukan dari rumah dan menggunakan alat-bahan yang ada di rumah.
Saya bisa mencarinya di media sosial atau Youtube, bisa juga bertanya pada teman-teman saya sesama orang tua.
Semua kemudahan ini membuat saya tergerak untuk tidak malas melakukan stimulasi baik sensorial maupun motorik pada anak saya. Nggak ada alesan buat mager, nggak ada juga alasan buat bingung mau ngajak main apa sama anak.
6. Sekolah Online
Di masa pandemi 2 tahun belakangan, hampir tidak ada aktivitas yang dilakukan di luar rumah. Semua orang bak berlomba-lomba mengurung diri di rumah untuk bertahan dari gempuran virus Covid-19, tak terkecuali saya dan keluarga kecil saya.
Saat itu, hasil observasi saya pada anak saya menunjukkan bahwa ia mulai memasuki periode sensitivitas terhadap lingkungan sosial. Tak jarang ia merengek untuk keluar rumah karena ingin bermain bersama anak-anak sekitar rumah kami.
Baca juga : Stimulasi Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
Jelas saya khawatir karena kasus Covid-19 kala itu sedang tinggi-tingginya dan anak saya waktu itu baru memasuki usia 2 tahun yang mana belum bisa mendapatkan vaksin.
Untuk memfasilitasi kebutuhan gerak dan bersosialisasinya, saya mencoba untuk mengikutkan anak saya di sekolah pre-school online.
Ternyata anak saya senang! Dengan banyaknya material aktivitas yang dikirim ke rumah, jadwal yang sudah disediakan dan kelas online yang tidak monoton, saya sukses mendampingi anak saya melewati masa pandemi dengan memberikannya stimulasi yang cukup.
Sejak saat itu, anak saya senang sekali setiap diajak belajar dan bermain aktivitas yang sifatnya edukatif. Bahkan, ia sudah tidak sabar untuk masuk sekolah beneran.
Peran internet juga sangat penting dalam upaya saya untuk catch up dengan kemajuan teknologi saat ini. Internet mempertemukan saya dengan komunitas-komunitas yang memanfaatkan teknologi untuk berkegiatan selama masa pandemi.
Menikmati Manfaat Tak Terbatas dari IndiHome, Internetnya Indonesia
Ada cerita menarik di mana sebelum memutuskan untuk memasang IndiHome di rumah yang saya tempati saat ini, saya berniat untuk tidak pasang wifi sama sekali. Ini berkaitan dengan kekhawatiran saya terhadap penggunaan internet oleh anak saya.
Saya pikir, ketika ada wifi terpasang di rumah maka akses untuk menggunakan internet akan semakin mudah dan membuat anak saya semakin bebas dalam memanfaatkan internet sebagai hiburan di rumah.
Akan tetapi, saya kembali berpikir bahwa kendali anak saya terhadap penggunaan internet kan ada di saya sebagai orang tuanya. Kenapa jadi gue yang takut? Haha. Sebenarnya semua kembali ke ikhtiar masing-masing dalam mendampingi anak-anaknya menggunakan internet dengan bijaksana.
Mengingat pekerjaan saya yang selalu membutuhkan koneksi internet dan berbagai macam kegiatan yang saya lakukan di rumah rata-rata menggunakan sambungan internet, rasanya berat jika saya harus terus menerus mengisi kuota internet setiap bulan yang jumlahnya tidak sedikit.
Akhirnya, setelah pindah ke rumah baru saya dan suami memutuskan untuk memasang wifi demi kelancaran pekerjaan saya dan suami, aktivitas blogging, membuat konten podcast, menonton series atau drama Korea dan kegiatan suami saya bermain game online.
Kami tidak punya pilihan lain akan provider internet karena yang tersedia di daerah tempat tinggal kami hanya IndiHome dari Telkom Indonesia. Namun, karena keluarga saya dan suami memang pengguna setia IndiHome, kami pun dengan senang hati menggunakan IndiHome sebagai penyedia wifi di rumah.
Selama menjadi pengguna IndiHome, saya merasakan banyak sekali manfaat tak terbatas dari IndiHome, internetnya Indonesia. berbagai kemudahan dalam penggunaan internet saya dapatkan setelah memasang wifi di rumah.
Dengan hadirnya sambungan internet 24 jam dalam 7 hari, saya dan suami saya berusaha untuk menjadi orang tua yang cakap dan bijak dalam menggunakan internet sehingga bisa membimbing anak saya menjadi generasi yang melek literasi digital.
Referensi :
Pengalaman Pribadi
21 Komentar
Sama deh mba, 24 jam internet tapi tetep anak aku batasin dan kadang itu aku matiin wifinya haha, jadi dia ngga bisa buka2 youtube. alhamdulillah anakku lebih suka kegiatan di luar
BalasHapusGadget memang selalu menjadi tantangan orangtua masa kini ya. Mengatur waktu yang sesuai dengan usianya itu penting. Dan saya akui memang kadang saya pun sering terlewat dengan aturan saya sendiri hix.. Terus semangat mengedukasi para ibu, agar anak pun bisa berkembang optimal.
BalasHapusSayangnya kebanyakan ortu sekarang maunya simpel aja, kasih gawai ke anak tanpa batas waktu agar kegiatan mereka tak terganggu. Giliran pelajaran sekolah terabaikan dan komunikasi di rumah jadi kurang, baru bingung.
BalasHapusaku juga pakai IndiHome dan memang sih selama ini agak longgar juga sama si sulung buat gadgetan bukan karena apa biar jenal juga apa yang harus ddia tahu dan perlu . dengan batasan2
BalasHapusDi era digital seperti saat ini memang peran orang tua sangat vital untuk melindungi anak dari dampak negatif internet ya
BalasHapusRealita ibu yang bekerja di ranah domestik masih saja kesulitan untuk mengatur bagaimana bekerja dengan tenang dan anak anteng dengan bermain.
BalasHapusMasih saja gangguan itu datang ya, mbak😅. Iya mbak memang gadget memudahkan saya juga sih untuk bekerja dengan tenang, etapi memang harus diwaspadai jangan sampai kebablasan dalam urusan gadget dengan anak. Semangaaaaaat buat kita ya, Mbak🤗
Bermanfaat sekali infonya.Zaman sekarang orangtua eman harus sedikit keras dalam mengawasi anak main gawai.Harus pinter pinter mengarahkan apa yg ditonton dan diakses.
BalasHapusDonasaurus
Saya pun merasakan begitu Mba, kadang memberikan kesempatan anak bersama gadget saat saya mengerjakan pekerjaan rumah. Saya setuju sih kalau orang tua harus tegas dan punya balasan buat anak engga kecanduan gadget
BalasHapusWifiku dirumah juga pakai saudaranya indie home
BalasHapusInternet yang lancar jadi mendukung kegiatan melek literasi anak
Gadget oh gadget .. masih menjadi primadona bagi anak anak. Semoga kita dimampukan mendampingi anak anak agar tak kebablasan bergaul dengan gadget ini ya dan anak nak lebih melek digital
BalasHapusUlasannya lengkap banget..
BalasHapusMashaAllah~
Memang menjadi orangtua means harus seiap dengan segala konsekuensinya. Terutama mengenai pola mengasuh anak di era digital.
Tentu untuk anak usia dini, screen time harus sangat dibatasi sehingga anak lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan untuk menumbuhkan kemampuan sosial-emosionalnya.
betul sekali. digitalisasi memang bagus untuk generasi sekarang, tapi kalau tidak dibarengi dengan orang tua yang cakap digital bisa berbahaya untuk anak-anak.
BalasHapusBenar juga, dengan mengawasi penggunaan gadget ke anak agar tetap bisa terkontrol ya.. Karena saat pandemi kmarin anak juga memerlukan gadget untuk media pembelajarannya..
BalasHapusInternet hal yang diperlukan di zaman sekarang. Terutama sekolah online itu lho. WFA pun sama. Udah ngerasain sekolah online anak ga stabil itu kesel banget hehe
BalasHapusSetuju deh orangtua juga harus cakap digital secara anak zaman now pintar cerdas deh
BalasHapuswah infonya bermanfaat banget mbak, emang bener sih sebagai orang tua wajib mengawasi karena pengaruh positifnya juga besar tapi ada juga efek negatifnya
BalasHapusMeskipun blm punya anak, tapi baca artikel ini bikin aku melek sih, kalo takut anak rewel jgn dikasih gadget, mending dikasih mainan edukasi lain ya..
BalasHapusSejatinya memang orang tua yang harus punya kendali atas penggunaan Gadget anak-anaknya ya, mbak. Saya masih belum bisa disiplin sebenarnya ngasih batasan waktu Gadget ke anak. Semoga aja nanti saya bisa lebih disiplin dalam hal ini
BalasHapusBener bgt. Ortu memang hrs paham literasi digital soalnya anak2 kita sdh hidup dlm era digital skrg. Aku jg msh perlu banyak belajar nih.
BalasHapuska post-nya bermanfaat banget untuk aku yang masih jadi calon ibu, semoga poin-poin pentingnya bisa diterapin nanti kalo udah ada anak..
BalasHapusbener banget mba, aku jg dirumah memberikan akses hp smart tv dan laptop dirumah tapi ya gitu tetap ada batasannya baik waktu maupun konten yang ditelusuri
BalasHapusapa aja yg boleh dan tidak diberitahukan sejak awal
Terima kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya 😊 yang mau ngobrol-ngobrol terkait artikel di atas, yuk drop komentar positif kalian di kolom komentar.
Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya, Frens! 😉
Satu lagi, NO COPAS tanpa izin ya. Mari sama-sama menjaga adab dan saling menghargai 👍