Beberapa hari belakangan aku sedang dilanda panic attack, mana kala saat aku berbelanja sayur di warung yang jaraknya hanya beberapa blok dari rumah, aku mendapat kabar bahwa tetangga sekitar situ yang sudah terpapar Covid-19 masih berbelanja sayur di sana beberapa hari sebelumnya.
Shock bukan main, meskipun aku tidak bersinggungan langsung dengan yang bersangkutan. Langsung kepikiran dengan kondisi kesehatan aku serta anakku yang juga ikut beli sayur saat itu. Rasanya sakit kepala karena mumet, jadi mual, mendadak merasa tidak enak badan dan lebih tidak fokus.
Sedikit merasa tenang karena warung sayur tersebut terbilang bersih, tidak jorok dan orang-orang yang berbelanja ke sana termasuk pedagangnya selalu menggunakan masker.
Setelah suami pulang dengan membawa makanan favoritku (pizza) agar aku tidak berpikir yang macam-macam, serangan panik pun berangsur membaik dan aku bisa kembali menata pikiranku kembali. Akhirnya sekarang, aku memilih untuk membeli sayur melalui sistem delivery. Kalau ada yang kurang-kurang, sudahlah beli dari tukang sayur yang lewat saja seadanya.
Baca tentang : Pengalaman Vaksinasi Covid-19 Dosis Pertama
By the way, makanan dan minuman kesukaan itu memang ampuh banget bagiku untuk mengembalikan mood dan menjernihkan pikiran. Ada satu hal lagi yang dapat membuat pikiranku auto-fresh, travelling. Haha. Berhubung masih belum bisa bepergian tanpa bayangan rasa khawatir, aku akan bercerita lagi tentang pengalaman travelling yang sudah lewat beberapa tahun lalu. Hiks!
Walaupun sudah berlalu sekitar hampir 4 tahun, mengenang pengalaman tersebut sudah cukup membuat semangatku kembali karena merasa bahagia lagi. Hehe.
Pengalaman Sailing Komodo
Tahun 2017 adalah tahun terakhir aku menghabiskan waktu travelling sebagai single. Bersama teman-teman yang doyan travelling, aku senang sekali menghabiskan cuti dan waktu untuk berpetualang ke tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi.
Tanggal 10 Mei 2017 silam, aku bersama dua orang temanku yaitu Rani dan Evita, menyambangi Labuan Bajo untuk ikut open trip "Sailing Komodo". Saat itu, Rani pergi dengan mengajak (mantan) pacarnya. Niatku dan Evita mengikuti open trip tersebut salah satunya juga sebagai usaha untuk dapat kenalan baru, syukur alhamdulillah kalau bisa nemu cogan dan single juga di sana, ye kan? Haha.
Dasar memang, niat awalnya saja sudah salah nih! Ketika berkenalan dengan teman-teman open trip yang lain, aku dan Evita terpaksa gigit jari karena dari kami bersembilan anggota open trip, hanya aku, Evita dan seorang perempuan solo traveler yang masih single. Lainnya? Bawa gandengan masing-masing. Wqwq.
Bersama Evita dan Rani di Bandara Komodo, NTT |
Hal tersebut tak lantas membuat kami sedih yang merana gitu juga, sih. Aku tetap menikmati perjalanku mengitari pulau-pulau yang ada di Kepulauan Komodo. Pengalaman menjelajah selama 4 hari 3 malam tersebut sampai saat ini menjadi kenangan yang tidak ingin kulupakan. Oleh sebabnya, sebelum (amit-amit) pikun, aku tuliskan saja di blog untuk meninggalkan jejak kenangan.
Live on board selama beberapa hari sailing Komodo menyisakan banyak cerita. Aku merasakan yang namanya tidur di atas kapal dengan ranjang yang seadanya, mandi dan bersih-bersih dengan air bersih yang terbatas, juga beribadah di atas kapal. Belum lagi ada pengalaman makan di saat ombak tinggi menerjang.
Dari sekian pulau yang dikunjungi, salah satu pulau yang disinggahi adalah Pulau Padar. Di Pulau Padar inilah aku yang biasanya mager banget jika diajak hiking, mendadak semangat dan mendaki puncak bukit Padar sampai dua kali. Capek, tapi nagih deh!
Mendaki Bukit Padar
Akibat suatu musibah yang dialami oleh dua orang teman open trip, akhirnya perjalanan dimulai sedikit terlambat. Setelah menyambangi komodo di Loh Buaya, Pulau Rinca, destinasi kami berlabuh pada Pulau Padar. Kami tiba di sana sore hari, sesaat setelah sampai, kami segera melakukan pendakian ke puncak bukit Padar untuk mengejar sunset.
Pulau Padar merupakan salah satu dari pulau terbesar yang ada di Taman Nasional Komodo. Dua pulau lainnya yang termasuk dalam tiga besar pulau terbesar di Taman Nasional Komodo adalah Pulau Rinca dan Pulau Komodo.
Jarak dari Pulau Rinca ke Pulau Padar tidak begitu jauh, oleh sebab itu Pulau Padar dijadwalkan menjadi tujuan tepat setelah kami berkunjung ke Pulau Rinca. Pulau Padar yang menjadi bagian dari Taman Nasional Komodo ini termasuk ke dalam situs warisan dunia versi UNESCO. Masha Allah, beruntung sekali berkesempatan untuk datang ke sana.
Sunset di Atas Pulau Padar
Pendakian ke puncak Padar membutuhkan waktu sekitar 30 hingga 40 menit. Jalan yang kami lalui menurutku cukup curam dan terjal. Untukku yang kemana-mana lebih sering mengendarai motor dibandingkan jalan kaki, pendakian tersebut cukup terasa melelahkan dan membuatku ngos-ngosan. Tapi, pantang mundur sebelum sampai garis finish!
Aku juga sempat mengambil video di bawah ini saat melakukan pendakian di sore hari kala itu :
Sayangnya, sebelum sampai di atas bukit matahari sudah mulai tenggelam. Tidak satupun dari anggota open trip kami yang berhasil menangkap keindahan sunset dari atas bukit Padar. Aku kurang seperempat jalan lagi untuk sampai ke atas. Akhirnya aku memutuskan untuk mencari spot terbaik untuk mengambil gambar. Jika kupaksakan naik sampai puncak, aku justru tidak akan mendapat apa-apa selain kegelapan malam.
Pemandangan sunset dari bukit Padar (dokumentasi pribadi) |
PR banget adalah saat harus turun ke bawah untuk kembali ke kapal. Matahari yang perlahan-lahan kembali bersembunyi membuat hari mulai gelap. Seorang pemandu tur kemudian memberikanku senter yang dipasang di atas kepala sebagai alat bantu penerangan. Tetap saja jalan terjal yang berbatu-batu membuatku harus melangkah dengan sangat hati-hati.
Baca tentang : Menyusuri Jejak Kenangan di Kepulauan Derawan
Sesampainya di kapal, beberapa anggota mengajak untuk kembali mendaki ke puncak Padar untuk chasing sunrise. Biarpun capek dan ngos-ngosan, aku masih bersemangat untuk kembali menikmati keindahan pemandangan dari puncak Padar.
Pemandangan malam di atas kapal, ditemani bulan purnama (dokumentasi pribadi) |
Pikirku, kapan lagi bisa kembali ke sana? Sikaat aja lah mumpung ada kesempatan. Benar saja, sampai tahun 2021 ini belum ada tanda-tanda kapan akan kembali ke sana, kan? Hehe.
Sunrise di Atas Pulau Padar
Dini hari sekitar pukul 03.00, pemandu tur sudah membangunkan peserta open trip yang ingin kembali mendaki puncak Padar. Wew! Rasanya badan masih super capek setelah hiking kemarin. Kebayang kan gimana badan kalau lama nggak dipakai olahraga lalu tiba-tiba naik turun gunung? Sembari mengumpulkan nyawa, aku juga mengingat kembali niatku travelling jauh-jauh hingga ke Nusa Tenggara Timur.
Baca juga : Memerdekakan Diri Dengan Travelling
Tidak semua dari peserta open trip tertarik untuk kembali melakukan hiking. Sebagian memilih untuk tidur lebih lama dan ngopi-ngopi santai di atas kapal. Berbekal senter yang disematkan di atas kepala, aku dan beberapa teman open trip pun kembali menyusuri bukit untuk naik ke puncak Padar.
Kala itu, bisa dibilang aku mendaki dan berusaha sendirian. Evita, memilih untuk ngintil pemandu tur kami sehingga Bang Iyus sibuk membantu Evita yang kesusahan. Empat orang lain yang mendaki merupakan couples, jadi ya mereka sibuk dengan pasangan masing-masing. Hehe.
Saat mendaki, aku memilih untuk tidak banyak beristirahat. Makin capek ketika sudah berhenti lalu mulai mendaki kembali. Sehingga, aku berjalan melewati sebagian teman-temanku dan naik sendirian. Sesampainya di puncak Padar, hari masih gelap dan aku mengambil spot untuk duduk sambil menunggu teman-temanku yang lain.
Matahari yang dinanti pun mulai menampakkan dirinya, sedikit demi sedikit pemandangan menakjubkan terpampang di depan mataku. Ya Allah, mau nangis bagus banget! Haha. Biasanya hanya lihat pemandangan luar biasa ini di gambar, sekarang bisa lihat langsung. Capek yang dirasakan sebelumnya benar-benar hilang dan terbayar dengan effortless instagramable scenery tersebut.
Such a picture perfect memory (dokumentasi pribadi) |
Setelah berfoto dan menikmati indahnya pemandangan di atas bukit Padar, kami pun harus turun kembali melanjutkan hopping island ke pulau lainnya.
Bersama teman-teman yang dua kali mendaki (dokumentasi pribadi) |
Tips Saat Mendaki ke Puncak Padar
Tahun 2017 lalu, hiking ke atas bukit di Pulau Padar masih hanya mengandalkan jalan setapak yang sudah dibuka. Jalanannya masih berbatu-batu dan cukup terjal. Meskipun ada beberapa jalur yang cukup easy untuk dilalui, tapi tetap harus berhati-hati jangan sampai tergelincir.
Dengar-dengar, belakangan sudah dibuat jalur khusus untuk mendaki hingga ke puncak di Pulau Padar. Jadi sekarang sudah ada semacam undakan-undakan yang bisa digunakan pengunjung untuk naik ke atas bukit dengan lebih mudah dan nyaman.
Mungkin suatu saat akan bermanfaat bagi teman-teman yang ingin pergi ke Pulau Padar dan berniat untuk mendaki, berikut beberapa tips saat akan mendaki ke Puncak Padar yang dapat aku bagikan :
1. Gunakan outfit yang nyaman. Jangan sampai saltum, lumayan berkeringat dan melelahkan mendaki hingga puncak sana. Kalau mau OOTD di atas bukit, mungkin bisa dibawa dulu aja peralatannya tapi saranku jangan dipakai dari bawah, deh!
2. Gunakan alas kaki yang nyaman. Sandal atau sepatu gunung adalah the best choice. Pilih alas kaki yang solnya cukup tebal sehingga kaki tidak sakit ketika menginjak bebatuan yang cukup tajam. Pakailah alas kaki yang kuat dan tidak mudah jebol. Sebaiknya sih nggak usah pake heels, ya. Hehe.
3. Bawa barang seperlunya, seperti air minum, makanan ringan dan obat-obatan pribadi secukupnya. Sebisa mungkin bawa barang yang efektif digunakan selama mendaki saja. Bawa diri sendiri aja udah berat sampai ke atas, nggak mau kan ngeribetin diri sendiri karena bawaan yang bejibun?
4. Siapkan peralatan pendukung seperti jas hujan dan senter. Seperti saat aku mendaki di saat matahari mulai terbenam atau bahkan mendaki sejak dini hari, cahaya penerangan sangat dibutuhkan.
5. Jangan ragu untuk meminta bantuan saat menghadapi kesulitan. Misalnya saat kita kelelahan atau mengalami gangguan kesehatan atau kesusahan lainnya, segera minta pertolongan. Jangan sampai malah membahayakan diri sendiri.
6. Tidak membuang sampah sembarangan. Penting banget nih, walaupun Pulau Padar merupakan pulau yang tidak berpenghuni bahkan komodo sekalipun, budayakan untuk selalu melestarikan lingkungan.
Terpenting nih, jaga dan pastikan kondisi badan benar-benar prima saat akan melakukan pendakian. Lebih baik tidak memaksakan diri dan menikmati pemandangan dari bawah daripada mengalami masalah kesehatan yang serius pada saat mendaki.
Sekian dulu ceritaku tentang pengalaman mendaki bukit di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo, untuk menikmati keindahan sunset dan juga sunrise-nya.
Sampai jumpa.
Sukabumi, 8 Juli 2021
32 Komentar
Ya ampuun Kak
BalasHapusSeruu banget ini ngetrip ama geng sohib ceweeekk
aku blum pernah ke Bukit Padar, dan mupeengg alamaakk
sayangnya, circle-ku adalah cewek2 yg ogah wisata jelajah alam kayak gini :D
Ya nggak banyak memang Mbak, cewek-cewek yang mau rempong traveling begini. Kayaknya banyak yang lebih seneng staycation gitu ya, padahal asyik banget jalan-jalan di alam. Biarpun ya tantangannya banyak. Wkek..
HapusIngat mendaki gunung ingat saya pas di Bromo. Pas badan gendut sehingga rasa capek padahal baru beberapa anak tangga. Seru ya mbak liburan ke bukit Padar. Semoga pandemi segera berakhir agar semua orang bisa berlibur dan melepas kepenatan
BalasHapusAamiin. Saya juga pernah tuh ke Bromo, dulu tapi waktu masih kecil. Bareng sama keluarga. Tapi nggak jalan kaki sih, naik jeep itu nyampe ke atas. Abis itu makan p*p mie di warung-warung yang ada di sana. Hihi, jadi terkenang lagi..
HapusUwaaaah mbaaaa, ga sia2 yaaaa naik bbrp kali, tp memang view nya dr atas sana cuakeeeeep! Aku sbnrnya kepengin ngerasain LOB kalo ke labuan bajo nanti. Soalnya liat foto dan cerita temenku yg udh prnh, dia bilang tiap HR makanannya enak2, seafood segar. Walopun perjuangan naik ke atas bakal berasa berat bagi yg ga biasa olahraga. Dulu pas dia cerita aku msh blm rutin workout. Tp sekarang udah terbiasa sejak pandemi :D. Jadi rasanya aku ga bakal ngelewatin kesempatan untuk naik ke puncak. Malah sbnrnya aku LBH suka pagi2 buta gitu. Pas blm panas :)
BalasHapusIya Mbak, tantangannya kalo nanjak subuh ya naiknya dalam kondisi gelap. Kalo nanjaknya buat liat sunset ya turunnya yang udah gelap 😂 kalo liat sunrise di sana hati-hati lupa waktu, nanti sama aja pas turun lagi panas-panasnya matahari. Hihi..
Hapusduh foto di atas bukti padar itu instagramble banget ya mbak, jadi pengen ke sana deh. meski perjalanan yang dilalui itu sudah 4 tahun berlalu tp masih melekat di kenangan ya mbak.
BalasHapusPengalaman jalan-jalan emang selalu berkesan Mbak. Lawas banget juga kalo seru pasti keingetan deh..
HapusMasya Allah bagus sekali pemandangannya mbak. Pasti seneng banget ya bisa mendaki sampai puncak. Saya juga pengin lho bisa mendaki gunung gitu, menikmati pemandangan dari atas dan mengagumi ciptaan-Nya, pastinya sangat berkesan sekali. Semoga suatu saat nanti bisa berkunjung ke sana.
BalasHapusYa Mbak, rasanya capek dan pegel waktu nanjak ke sana terbayar sama view dari puncak. Aamiin yang kenceng, semoga bisa ke sana bersama orang-orang tercinta..
HapusPerjalan asik dan menyenangkan. Nenek ini paling ngiri kisah tidur,akan dan ibadah di di kapal. He he ... Entah kapan lagi bisa bepergian jauh. Badan masih kuat, semangan jalan2 masih menggebu. Tapi anak-anak tak ngizinkan lagi. Selamat malam, ananda Imawati.
BalasHapusAnak-anak khawatir sama Mamanya ya? Saya juga pasti khawatir kalau Mama saya traveling rempong. Mikirnya gimana caranya supaya beliau bisa nyaman menikmati liburan. Hehe..
HapusSeru sepertinya. Aku belum pernah ke Pulau Padar, tapi tentunya kalau kesini pasti pengen foto2
BalasHapusPasti ya foto-foto nggak boleh ketinggalan. Gratis lagi nggak mbayar mau foto seribu kali juga. Hihi..
HapusDuh...selama pandemi ini, salah satu aktivitasku ya melihat-lihat koleksi foto pas jalan-jalan sebelum pandemi...biar nambah imun. Kapan ya bisa jalan bareng lagi, liat foto-foto dan baca artikel ini jadi pingin ke Taman Nasional Komodo juga...mudah-mudahan bisa terwujud.
BalasHapusAamiin. Jangan lupa tulis di blog juga Mbak kalo jalan-jalan ke sana..
HapusPengalaman kayak gini tuh rasanya susah buat terulang lagi, apalagi kalau sudah punya buntut ya, xixixi.. Aku seumur-umur kayaknya belum pernah mendaki. Duh bayanginnya aja rasanya kayaknya udah capek banget. Ish dasar lemah ya!
BalasHapusKalo udah punya buntut, bayangin bocah minta gendong aja udah nyerah deh. Wkwk. Aku pun Mbak, pernah sekali-kalinya mendaki bareng temen-temen langsung mabok sebelum sampe puncak. Haha.. Ini sih demi-demi bucket list aja 😂
HapusKami pernah juga bersama teman-teman ke Bukit Padar ini. Tapi ke atasnya pas sebelum sunrise, jadi menunggu matahari terbit deh. Engga berani kalau sunset, takut gelap pas turunnya...
BalasHapusPengalaman tak terlupakan yah...
Iya Mbak, berkesan banget dan nggak tau kan kapan lagi bakalan ke sana. Hehe..
HapusYaampun seru banget memandang langit di sebuah pulau, kapan-kapan kita ke Pulau Jeju yaaaa!
BalasHapusAamiin. Yaampun mau bangeet eonnie!
HapusAsik ya kalo panik dan jenuhnya langsung dibawa jelong and traveling. Mantap. Foto-fotonya keren banget.
BalasHapusHehe, refreshing Mbak. Lagi pandemi gini nggak bisa pergi-pergi jauh rasanya hampa bener dah. Cuma bisa liatin foto-foto aja terus nulis ulang. Hiks..
HapusCantiknya Pulau Padar.
BalasHapusAku inget Pulau Padar ini dari vlog keluarga Maia Estianti.
Seru banget dan melihat pemandangan di sana, rasanya lumayan effort juga yaa.. Memang kalau ingin mendapatkan keindahan, kudu ada usaha maksimal untuk menggapainya.
Yes Mba Len, asyik banget menikmati hasil jerih payah mendaki ke puncak. Tapi, aku rela karena pemandangannya laut. Kalo naik gunung ala mapala gitu nyerah deh. Wkwk..
HapusBelum pernah aku ke Pulau Padar. Keren banget viewnya apalagi lihat sunset ama sunrise, berasa magis lihat viewnya. Moga saya berkesempatan buat mengunjungi Pulau Padar juga suatu saat nanti
BalasHapusAamiin. Semoga ya Mbak, bisa melihat magisnya pemandangan dari puncak pulau padar..
Hapusmemang obat stres adalah jalan jalan ya mbak
BalasHapusapalagi lihat matahari terbenam secantik itu
Iya cantik banget Mbak DK di sana. Mo nangis saking bagusnya ciptaan Allah. Hehe..
HapusSerasa aku ada disana ikutan traveling dan hiking indaaah ya memanjakan mata view nya
BalasHapusTerima kasih, Mbak. Semoga bisa kesana beneran suatu hari nanti..
HapusTerima kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya 😊 yang mau ngobrol-ngobrol terkait artikel di atas, yuk drop komentar positif kalian di kolom komentar.
Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya, Frens! 😉
Satu lagi, NO COPAS tanpa izin ya. Mari sama-sama menjaga adab dan saling menghargai 👍