Jika ada pertanyaan, hal apa yang suka aku lakukan tapi tidak bisa? Jawabannya adalah memasak. Aku suka sekali menonton video tutorial memasak, melihat-lihat resep masakan, ingin rasanya semua dieksekusi tapi hasilnya terkadang tidak sesuai ekspektasi atau malah akhirnya lebih baik beli saja daripada rasanya meleset dari yang diangan-angan.
Kemudian, jika ada pertanyaan, hal apa yang bisa aku lakukan tapi aku tidak suka? Jawabannya adalah mencuci piring. Huft! Nyupir alias nyuci piring adalah hal yang paling malesin bagiku untuk dilakukan. Apalagi aku orangnya jijikan, menulis ini sambil nembayangkan melihat piring kotor penuh sisa-sisa makanan saja aku sudah jijik. Belum lagi jika harus berurusan dengan saluran air yang penuh dengan sisa-sisa makanan, IYUH BANGEET! Hahaha.. Iya, separah itu sih aku.
Apabila dihubungkan, kedua hal tersebut adalah kegiatan yang dilakukan didapur. Aku tidak bisa masak dan aku tidak mau mencuci piring, hasilnya aku jarang sekali menyentuh dapur. Sejak kecil, ibuku memasak hanya sesekali dan kami lebih sering menggunakan jasa catering atau beli dadakan sesuai dengan keinginan ayah ingin makan apa saat itu. Dulu kami hampir selalu punya ART sehingga aku dan adik-adikku hanya tinggal meninggalkan piring bekas makan diwastafel cuci piring, tidak perlu mencucinya. Setelah ART pensiun dan tidak ada penggantinya, sesekali aku membantu ibuku didapur untuk memasak atau mencuci piring. Cuci piringnya pun pilih-pilih, jika tumpukan piring tidak terlalu banyak dan sisa makanan dipiring kotor tidak menjijikan menurutku, barulah aku turun tangan mencuci piring atau jika aku kasihan melihat ibuku kerepotan didapur dengan berbagai kegiatannya.
Jika dibilang aku dimanja dan tidak dibiasakan oleh orang tuaku, tidak salah juga. Beberapa kali ayah menyuruhku untuk meninggalkan piring kotor diwastafel untuk dicucikan oleh ibu, "kasihan anaknya," begitu kata ayah yang aku ingat. Kebiasaan ini pun terbawa hingga besar, hingga aku menikah dan punya anak. Sempat aku merasa khawatir dan tidak percaya diri dengan diriku sendiri saat diberi tanggung jawab mengurus rumah, sendirian tanpa ART. Ternyata orang tuaku juga merasakan kekhawatiran yang sama, mereka merasa aku tidak mampu mengurus rumah tangga seorang diri (berdua sih sama suami). Namun, justru kekhawatiran orang tuaku itu yang menjadi penyemangatku untuk bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang selama ini tidak pernah atau jarang ku kerjakan. Aku tidak ingin mereka khawatir lagi, aku yakin sebenarnya aku bisa. Suka atau tidak suka.
Setelah berhenti bekerja dan menikah, aku mulai menanamkan pada diriku bahwa sekarang dapur adalah salah satu area kerjaku. Proses menikah ini membawaku pada suatu kemajuan dimana aku bisa bekerja didapur, tempat yang selama ini jarang kujamah. Mungkin bagi kalian yang sudah terbiasa ngapa-ngapain didapur, hal ini terlihat "apa banget gitu doang?" tapi bagiku, ini suatu pencapaian yang harus diapresiasi oleh diriku sendiri.
Perlahan-lahan, aku mulai berdamai dengan piring-piring kotor dan sisa-sisa makanan yang menjijikan itu. Itu kan cuma sisa yang lo masak dan yang lo makan sendiri, masa gitu aja jijik? Begitu yang kutanamkan dipikiranku, meski pun pada akhirnya tetap jijik at least I try my best. Untuk meminimalisir rasa jijikku, aku membuat aturan piring kotor yang ditaruh diwastafel cuci piring harus bebas dari sisa makanan. Jadi sebelum diletakkan, sisa makanannya dibuang dulu. Suamiku yang paham dengan sifat istrinya menurut tanpa paksaan, bahkan tidak jarang ia yang mencuci piring kotor didapur. Selain itu, aku membuat aturan untuk diriku sendiri agar tidak menumpuk piring kotor ditempat cuci piring. Jadi, biar pun hanya habis mengocok telur aku pasti langsung mencuci wadah dan garpu bekasnya. Dengan begitu dapurku hampir selalu bebas dari piring kotor. Sampai saat ini, aku masih tidak suka dengan kegiatan mencuci piring, aku melakukannya hanya karena kalau bukan aku atau suamiku yang mencuci piring lalu siapa lagi? Tapi, untuk masalah buang-membuang sampah didapur aku masih menyerahkan seluruhnya pada suamiku. LOL!
Aku suka memasak, suka bereksperimen dengan bahan makanan namun jarang memiliki kesempatan untuk berkutat didapur. Seperti yang kukatakan, ketika kecil aku dan keluarga lebih sering makan makanan catering atau beli. Makanan selalu tersedia dirumah, ngapain gue capek-capek masak, kan makanan masih banyak? Itu sih yang membuat niat memasakku sirna. Setelah lulus dan bekerja di Cimahi, pengeluaran untuk makan ternyata besar sekali jika setiap hari beli diluar hingga akhirnya aku dan beberapa teman patungan untuk membeli bahan makanan dan masak sendiri. Saat itulah aku mulai melakukan sesuatu yang aku sukai tapi merasa tidak bisa melakukannya, yaitu memasak.
Setelah menikah, aku sempat kebingungan saat tinggal dirumah mertua dan harus memasak untuk satu keluarga besar. Biasa masak untuk sedikit saja rasanya kadang nggak jelas, gimana masak untuk banyakan?! Untungnya, kakak iparku yang sudah senior didunia perdapuran dengan sabar memberikan bimbingannya padaku yang masih amatiran ini. Tugas memasakku pun bertambah saat memiliki anak yang mulai MPASI, nggak mungkin kan aku terus menerus memberikannya makanan fortifikasi? Bisa mingkem anaknya makan makanan itu-itu saja. Aku pun mulai mencoba meningkatkan skill memasakku dengan mengeksekusi berbagai resep yang kulihat dari sosial media.
Saat sudah hidup mandiri hanya dengan suami dan anak seperti saat ini, aku semakin menikmati peran sebagai chef dirumah tanggaku sendiri. Practice makes perfect, kalimat tersebut terdengar benar karena aku membuat kemajuan dengan mengatakan bahwa sekarang aku percaya kalau aku bisa masak. Memang tidak pro, tapi sudah ada peningkatan dari yang tadinya aku menganggap diriku hanya suka memasak tapi tidak bisa masak. Meski pun terkadang rasa malas datang dan berujung delivery atau suami yang dengan sukarela memasak, pencapaianku yang satu ini juga patut diapresiasi oleh diriku sendiri.
Begitulah, hingga saat ini setiap hari aku menyentuh dapur. Tempat yang tadinya malas ku datangi karena dulu piring kotor selalu ada yang mencucikan dan masakan selalu tersedia. Tapi hidup tidak selamanya sesuai dengan keinginan kita, ada masa dimana kita harus melakukan sesuatu yang kita bisa namun tidak suka dan belajar untuk mendalami hal yang kita suka tapi tidak (belum) bisa.
See you on the next title!
Sukabumi, 4 Januari 2020
0 Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya 😊 yang mau ngobrol-ngobrol terkait artikel di atas, yuk drop komentar positif kalian di kolom komentar.
Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya, Frens! 😉
Satu lagi, NO COPAS tanpa izin ya. Mari sama-sama menjaga adab dan saling menghargai 👍