Tulisan ini
masih menyambung tulisanku sebelumnya yang membahas flashback persiapan pernikahanku pada tanggal 14 Januari 2018
silam. Ditulisanku yang lalu, aku berbagi cerita tentang my pre-wedding event series atau rangkaian acara yang aku lalui
sebelum sampai ke hari H pernikahan. Kali ini, aku ingin bercerita mengenai
printilan yang disiapkan sebelum hari H.
Pertama-tama,
sebagai calon pengantin tentunya kalian harus mempersiapkan mental terlebih
dulu. Apakah kalian yakin dengan calon pasangan kalian? Apa kalian siap
menjalani peran sebagai seorang istri, ibu dan juga manager rumah tangga? Apa kalian yakin dengan keputusan menjadi working mom/fulltime housewife?
Mantapkan diri kalian, perbanyaklah berdo’a. Tentunya kita semua menginginkan
pernikahan ini menjadi yang pertama dan terakhir kalinya sepanjang usia kita,
bukan?
Setelah mantap
memutuskan untuk menikah dengan deadline
yang cukup singkat, yaitu kurang lebih 4 bulan saja, aku dan (calon) suamiku
langsung “bergerak” dalam mempersiapkan acara kami nanti. Aku yang saat itu
masih bekerja di Bandung sedangkan keluargaku di Jogja, sebisa mungkin ikut
terlibat membantu persiapan meski pun dari jarak jauh. Disamping itu, (calon)
suamiku juga begitu supportive
memberikan pendapat bila aku bertanya mengenai rencana pernikahan kami, jadi
bukan yang cuma manut-manut ae gitu
loh. Menurutku, peran (calon) suami yang seperti ini sangat dibutuhkan agar
kita para wanita tidak merasa sendirian tenggelam dalam kehectican mengurus pernikahan.
Mengurus
persiapan pernikahan tidaklah semudah menjentikkan jari tangan, apalagi di
Indonesia kebanyakan acara pernikahan adalah salah satu ‘acaranya orang tua’
pengantin sehingga campur tangan dari keduanya masih begitu terasa. Demikian
dengan kedua orang tuaku yang menginginkan berbagai prosesi dilakukan dan
mengadakan resepsi dengan mengundang para kerabat dan teman-temannya. Well, sebagai anak pertama dan
satu-satunya dalam keluargaku, aku tidak bisa memaksakan kehendakku untuk
menikah dengan konsep ‘sederhana yang penting SAH!’ hehe… Tidak tega juga
dengan mereka yang sudah menunggu moment untuk
menikahkan putri semata wayangnya ini.
Dibulan Agustus
2018 lalu, setelah (calon) suamiku mendapat sinyal bahwa lamarannya ke rumah
diterima oleh orang tuaku, dari Bandung kami mulai untuk :
1.
Survey Venue
Berhubung
aku berada di Bandung, aku hanya bisa mensurvey
venue pernikahan via web saja. Setelah
berdiskusi dengan kedua orang tuaku, mereka menginginkan pernikahan dihotel
dengan undangan kurang lebih 400 (800 tamu). Aku membuat list tempat dan harga kemudian memberikannya pada mereka dan di
Jogja sana, kedua orang tuaku yang sibuk mensurvey
tempat secara langsung. Akhirnya, diputuskan untuk memilih gedung University Club UGM sebagai tempat
pernikahan kami.
Alasan
kami memilih UC UGM adalah karena tersedia paket pernikahan yang didalamnya
sudah termasuk wedding organizer, catering, dekorasi, make-up, entertainment
dan dokumentasi yang vendornya akan kita pilih sendiri sesuai selera, tentunya
luas area venue cukup luas untuk
kapasitas hingga 1000 tamu. Selain itu, paket sudah termasuk dengan kamar untuk
kedua mempelai, orang tua dan besan yang sudah bisa ditempati mulai dari H-1,
hari H dan H+1. Tempat parkir disana juga cukup untuk menampung kendaraan para
tamu nantinya. Tidak kalah penting, budgetnya
terjangkau. Kami memilih paket Gold seharga Rp. 140.000,- per person (undangan), jadi kalo ada 800
tamu ya tinggal dikalikan saja. Hehe…
2.
Membuat List
Undangan
Aku
dengan (calon) suamiku membuat list
undangan teman-teman kantor bersama-sama berhubung aku dan dia saat itu mengabdi diperusahaan yang sama. Diluar
itu, aku meminta bantuan teman-teman SD, SMP, SMA dan kuliah untuk membuat list undangan teman dan
sahabat-sahabatku. Kegiatan ini bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja,
waktu itu aku membuat list
menggunakan agenda/notes sebelum
dipindahkan ke laptop, jadi kalau ada nama yang terlupa tinggal dicatat saja
diagenda kecil yang selalu aku bawa pergi-pergi.
3.
Memilih Desain Undangan
Walau
pun pada akhirnya aku mendesain sendiri undanganku dibantu oleh sahabatku, Fauzia Nurul Izzati a.k.a Ucha,
sebelumnya aku sudah browsing
kira-kira ingin konsep undangan yang seperti apa, hard/soft cover, berapa lembar dan informasi apa saja yang akan
dituliskan didalamnya. Selain dibantu Ucha, cukup banyak masukkan yang
diberikan oleh kedua orang tuaku terutama ayahku dan (calon) suamiku pada saat
proses ini.
4.
Menentukan Tema Pernikahan
Kalau
untuk urusan tema pernikahan, aku tidak bisa berbuat banyak karena konsep tema
pernikahan dan rangkaian acaranya dipegang sepenuhnya oleh ayahku. Kemarin, kami
mengusung tema pernikahan adat Jawa
Modern.
5.
Membicarakan Tanggal Pernikahan
Sebelum
datang ke Jogja untuk melamar dibulan Agustus 2018, aku dan (calon) suamiku
sudah terlebih dahulu membicarakan rencana kapan kami akan menikah. Kalau tidak
salah pembicaraan ini terjadi sekitar bulan Juli 2018. Saat itu (calon) suamiku
bertanya, “Jadi kamu mau dinikahin kapan?” Haha… Kesannya gue gitu yang minta nikah -.- Aku menjawab sekitar
pertengahan tahun 2018, namun (calon) suamiku berkata itu terlalu lama dan dia
menginginkan pernikahan di awal tahun 2018 (ketauan kan yang pengen cepet
siapa? Hehe…)
Setelah
berdiskusi, kami sepakat ingin menikah di bulan Januari 2018 sebelum hari ulang
tahunku jatuh yaitu 22 Januari 2018 (jika Allah dan orang tuaku mengijinkan).
Tanggal yang kami pilih saat itu adalah tanggal 20 Januari 2018, namun nasib
menentukan lain karena UC UGM full booked
diminggu itu sehingga tanggal pernikahan dimajukan menjadi 14 Januari 2018. Alhamdulillah, as
soon as better kan? Hihi…
6.
Membicarakan Mahar
Ini
dibahas berdua antara aku dan (calon) suamiku tanpa ada intervensi dari pihak
keluarga. Saat ditanya ingin mahar apa? Aku sempat bingung dan akhirnya memilih
seperangkat alat sholat dan perhiasan
emas seberat 14 Gram sebagai mahar pernikahan kami.
7.
Membahas Budgeting
Pernikahan
Pembahasan
mengenai biaya pernikahan ini cukup sensitive,
namun sebagai calon suami dan istri kami sudah harus mulai terbuka mengenai
segala hal termasuk keuangan. Jadi, baiknya memang tetap harus dibahas dengan
cara baik-baik dan transparan mengenai masalah ini.
Diakhir bulan September 2018, setelah aku resign dari perusahaan tempatku bekerja
dan kembali ke Jogja, aku mulai fokus untuk mengurus segala keperluan
pernikahan. Apa saja yang aku urus setelah aku kembali ke Jogja akan ku lanjut
ditulisan selanjutnya ya, karena ternyata masih banyak hal yang ingin aku share dan akan menjadi sangat panjang jika
dibuat dalam satu postingan. See ya!
1 Komentar
kak, kalau ambil paket gold di UC tapi MUA nya tidak diambil boleh tidak ya ?
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya 😊 yang mau ngobrol-ngobrol terkait artikel di atas, yuk drop komentar positif kalian di kolom komentar.
Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya, Frens! 😉
Satu lagi, NO COPAS tanpa izin ya. Mari sama-sama menjaga adab dan saling menghargai 👍