Beberapa waktu
yang lalu, seorang sahabat mengabarkan bahwa ia diajak ta’aruf oleh pria yang
selama ini ia dambakan dan sebut dalam do’anya setiap hari. Mendengar berita
ini, tentunya aku ikut berbahagia karena aku mengetahui kisah mereka dari awal
hingga waktu ini tiba. Namun, aku cukup terkejut mendengar cerita sahabatku
yang ingin melangsungkan pernikahan dalam waktu singkat. Aku pun bertukar
cerita padanya bahwa persiapan sebelum menikah tidaklah semudah itu, apalagi
sahabatku ini anak perempuan pertama dari keluarga yang cukup terpandang. Nggak
yakin deh kalo acara pernikahannya nanti ‘cuma gitu doang’.
Tanggapan
sahabatku saat aku berceloteh panjang lebar tentang persiapan pernikahan
adalah, “Hah? Kok jadi banyak gitu sih
yang diurusin? Aku nggak mikir sampe sana loh kalo kamu nggak ngomong! Kirain
tinggal dateng, ijab-kabul, sah, udah beres!” Hahaha… Aku pun dulu sempat
berpikir demikian.
Dari kisah
sahabatku itu, aku jadi terinspirasi untuk menceritakan ulang mengenai
persiapan pernikahanku yang bisa dibilang cukup kilat. Aku dilamar pada tanggal
27 Mei 2017, (calon) suamiku baru menemui orang tuaku untuk pertama kalinya
dibulan Agustus 2017, tepatnya tangal 13 Agustus 2017 dan pernikahan
dilangsungkan pada 14 Januari 2018. Artinya, aku hanya memiliki waktu kurang
lebih 4 bulan untuk mempersiapkan pernikahan.
Dalam kurun
waktu 4 bulan tersebut, bukan hanya pernikahan yang dipersiapkan tapi juga
rangkaian acara sebelum hari H yang cukup banyak untuk anak yang nggak mau
ribet seperti aku. Rangkaian acara tersebut antara lain :
1.
Setelah husband
wanna be sendiri yang datang menemui kedua orang tuaku dan orang tuaku
menyetujui permintaannya untuk menikah denganku, kedua orang tua (calon)
suamiku yang dalam hal ini diwakilkan oleh pihak keluarganya datang ke rumahku
untuk meminta ijin pada kedua orang tuaku untuk menikahkan putranya (calon
suamiku) dengan aku. Ribet ya kata-katanya, intinya ini masih proses awal
banget lah belom acara lamaran ya! Oh ya, acara ini berlangsung secara
semi-formal di tanggal 1 Oktober 2017.
Menemani (calon) uami yang sedang tidak fit saat menghadiri acara waktu itu
2.
Berhubung ayahku orang yang terbilang patuh
dengan adat istiadat, pertanyaan dari pihak keluarga (calon) suami untuk
meminangku tidak langsung dijawab. Ditahap 2 ini, diadakan acara kunjungan
balik dari pihak keluargaku (yang berdomisili di Jogja) dengan pihak keluarga
(calon) suamiku yang tinggal di Bandung. Intinya silaturahmi gitu lah, sekalian
memberikan jawaban ‘IYA’ dari permintaan pihak keluarga (calon) suami untuk
menikahiku (acara tahap 1). Ditahap 2 ini, dibahas juga mengenai kepastian dari
pihak keluarga (calon) suami untuk datang kembali ke Jogja dalam rangka melamar
diriku secara resmi. Selain itu, dibahas pula mengenai rencana tanggal
pernikahan. Kunjungan balik ini dilakukan kurleb
2 minggu setelah acara tahap 1 tadi, yang berarti dipertengahan bulan Oktober.
3.
Lamaran, akhirnya one step closer to be the wife! Hahaha… Pada tanggal 4 November
2017, dilangsungkan acara lamaran/tunangan resmi. Pada tahap ini, dilakukan
acara tukar cincin dan pemastian tanggal pernikahan yang diputuskan akan jatuh
pada hari Minggu tanggal 14 Januari 2018.
Bersama kedua orang tuaku saat acara Lamaran
4.
Masih ada tahap 4? Yes, guys! Rangkaian acara sebelum hari H masih ada, acara ini
disebut ‘BETIMUNG’. Sehubungan dengan keluargaku yang blasteran
Jawa-Kalimantan, sebagian rangkaian acaraku berbasis adat Jawa dan sebagian
lainnya berbasis adat Banjar. Betimung ini sendiri merupakan adat Banjar dimana
masing-masing calon mempelai wanita dan pria diberi lulur dari bahan-bahan
tradisional dan selanjutnya didudukan dikursi yang tempat duduknya berlubang,
tepat dibagian bawah dudukannya itu terdapat rebusan rempah-rempah dan ekstrak
bunga-bungaan. Calon mempelai kemudian di’bungkus’ dengan kain dan selimut
sehingga calon mempelai seperti berada di sauna. Konon katanya, betimung ini
akan membuat tubuh calon mempelai wangi, lebih segar dan memancarkan aura
pengantinnya. Aku pun merasa tubuhku menjadi lebih fresh dan wangi banget setelah melakukan betimung ini. Prosesi ini dilangsungkan pada H-2 sebelum
hari H yaitu tanggal 12 Januari 2018.
5.
Betamat/Khataman Al-Qur’an, ini dilakukan pada
tanggal 13 Januari 2018. Prosesi ini juga masih berbasis adat Banjar, dimana
calon mempelai wanita membaca beberapa surat pilihan disertai dengan do’a
khatam Al-Qur’an. Dalam proses ini, aku membaca Al-Qur’an didampingi oleh kedua
sepupuku Syifa dan Shafira serta seorang sahabatku, Fissy. Acara ini hanya
dihadiri oleh pihak keluarga dan undangan dari calon mempelai wanita.
Betamat Team (Fissy, Ima, Syifa dan Shafira)
6.
Siraman, ini adalah acara/prosesi terakhir dari
rangkaian acara sebelum pernikahanku. Acara ini dilangsungkan pada tanggal 13
Januari 2018 siang hari setelah acara betamat selesai. Proses siramanku waktu
itu berbasis adat Jawa-Kalimantan, campur gitu deh jadi ada pemasangan
bleketepe (adat Jawa) namun ada juga proses pemberian tepung tawar (adat
Banjar). Kedua calon mempelai mengikuti proses ini secara terpisah namun dalam
satu tempat (dirumahku), jadi aku duluan yang siraman baru setelahnya (calon)
suamiku.
Siraman calon mempelai wanita
Siraman calon mempelai pria
Sekian! Rangkaian acara sebelum hari
pernikahanku. Jadi teringat kembali dimasa-masa persiapan yang begitu menguras energi
dan emosi, karena hampir 100% aku terlibat langsung dalam persiapan
keberlangsungan acara-acara tersebut. Biar pun persiapannya cukup melelahkan,
tapi bahagia loh ketika semua sudah terlewati dengan lancar. So, don’t be bridezilla ya buat para wife to be. Enjoy your moment sambil jangan lupa berdo’anya dikencengin J
0 Komentar
Terima kasih sudah berkunjung dan membaca tulisan saya 😊 yang mau ngobrol-ngobrol terkait artikel di atas, yuk drop komentar positif kalian di kolom komentar.
Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup ya, Frens! 😉
Satu lagi, NO COPAS tanpa izin ya. Mari sama-sama menjaga adab dan saling menghargai 👍